“Hoax terbesar adalah milik penguasa” demikianlah moderator mengutip pernyataandari Rocky Gerung dalam dialog akbar di Gedung Aula Utama IAIN Tulungagung, 23Pebruari 2017. Kegiatan dialog dengan tema Bencana Hoax Sebagai Ancaman Keutuhan Sosial Beragama: Menajamkan Nalar dalam Percepatan Arus Informasi ini diadakan oleh kerjasama seluruh lembaga mahasiswa di Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah (FUAD) IAIN Tulungagung, diantaranya Dewan Eksekutif Mahasiswa FUAD (DEMA-FUAD), Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Alquran dan Tafsir (HMJ-IAT), Himpunan Mahasiswa Jurusan Tasawuf Psikoterapi (HMJ-TP), Himpunan Mahasiswa Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam (HMJ-AFI), Himpunan Mahasiswa Jurusan Bimbingan Konseling Islam (HMJ-BKI), Himpunan Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) dan Himpunan Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Arab (HMJ-BSA).
Kegiatan dialog ini diadakan sebagai bentuk refleksi mahasiswa atas wacana “Hoax” yang tengah hangat diperbincangkan. Sebagai pemantik perdiskusian, sengaja dihadirkan beberapa dosen FUAD dan perwakilan mahasiswa. Beberapa dosen tersebut yakni, Datu Jatmiko, M.A. (Dosen Sosiologi dan Filsafat Agama), Muhammad Aziz Hakim, M.H. (Dosen Pendidikan Kewarganegaraan), Ucik Ana Fardila, M.I.Kom. (Dosen Komunikasi Penyiaran Islam) serta perwakilan mahasiswa yakni Presiden DEMA-Institut, Miftahul Huda.
Tulungagung. Beberapa Abad belakangan ini telah muncul jarak pemisah antara umat Islam dengan Al-Qur’an, antara umat Islam dengan Sunnah, bahkan antara Umat Islam dengan sejarahnya sendiri. Hal ini disebabkan oleh kelalaian para akademisi Muslim dalam mengkaji peradaban Islam. Meraka terjebak pada diskusi tentang ajaran Islam yang bersifat parsial, tidak membaca Islam secara komprehensif, dan tidak memposisikan ajaran Islam sebagai pondasi ilmu pengetahuan. Demikian disampaikan oleh Prof Seyed Mofid Hosseini Kouhsari, Direktur Perwakilan Al Mustafa International University, sebagai Narasumber dalam Seminar Internasional dengan tema “The Future of Islamic Civilization: Between Hopes and Challenges” yang diselenggarakan oleh Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah IAIn Tulungagung pada Rabu, 30 November 2016, di Aula Utama IAIN Tulungagung.
Tulungagung. Narkotika dan obat-obat terlarang (narkoba) adalah musuh bersama umat manusia segala usia, termasuk generasi muda. Belakangan ini, tidak sedikit generasi muda yang terjerat persoalan narkoba. Padahal, generasi muda diharapkan bisa menjadi ujung tombak perubahan untuk membangun bangsa yang lebih baik. Data Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan kampus-kampus di Indonesia, baik negeri maupun swasta, telah menjadi sasaran empuk peredaran Narkoba. Inilah yang menyebabkan saat ini Indonesia berada dalam status darurat narkoba.
Menghadapi fenomena ini, Jurusan Bimbingan dan Konseling Isam (BKI) bekerjasama dengan BNN Tulungagung menggelar Seminar dan Penyuluhan Anti Narkoba dengan tema “Membentuk Mental Sehat Menuju Indonesia Bebas Narkoba”. Seminar ini dilaksanana di Gedung Aula Utama IAIN Tulungagung pada Senin, 28 Nopember 2016. Dua orang narasumber berkesempatan memberikan ceramah. Seminar setengah hari ini menghadirkan dua narasumber. Dari BNN Tulungagung diwakili oleh Drs. Tri Arif Praharanto, S.Kom., M.M., sementara dari IAIN Tulungagung diwakili oleh Arman Marwing, M.A., dosen psikologi.
Read more: Jurusan BKI dan BNN Tulungagung Selenggarakan Seminar dan Penyuluhan Anti Narkoba
Tulungagung. Paradigma agama lokal menjadi salah satu alternatif sudut pandang untuk melihat fenomena keagamaan, atau lebih umum lagi budaya dan keyakinan yang hidup di masyarakat. Paradigma ini muncul sebagai kritik atas dominasi agama dunia yang saat ini secara sadar atau tidak telah menjadi satu-satunya cara pandang untuk melihat fenomena keagamaan. Direktur Center for Religious and Cross-culturan Studies (CRCS)/Pusat Studi Agama dan Lintas Budaya Master Program Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Dr. Samsul Maarif, memberikan ceramah ilmiahnya tentang “Islam Jawa dalam pergumulan Agama-agama Lokal Nusantara” di Acara Institut Transvaluasi, yang diselenggarakan Senin, 21 November 2016, di Aula Utama IAIN Tulungagung.
Sebelum menjelaskan lebih lanjut tentang Paradigma Agama Lokal, Samsul Maarif menerangkan lebih dulu tiga jenis definisi agama yang sering menjadi perdebatan. Pertama, Govern Religion, istilah ini merujuk pada pengertian agama yang ditujuan untuk ‘mengatur’ , ‘mengelola’, dan ‘membina’ agama. Biasanya, definisi ini ditetapkan oleh pemerintah atau lembaga formal lainnya untuk menentukan apa yang disebut dengan agama, dan apa yang bukan. Pendefinisian ini dilakukan secara ketat, rigid, dan kaku, sehingga memberikan batas yang jelas terhadap agama dan hal-hal lain di luar itu. Hal-hal yang tidak sesuai dengan pendefinisian ini dinilai bukan bagian dari agama. Pada definisi ini pula lah, paradigma agama dunia digunakan. Misalnya, dengan mendefinisikan agama harus memiliki Tuhan, Kitab Suci, Nabi, Hukum, Komunitas Religius (umat), dan lain-lain.
Read more: Paradigma Agama Lokal, Alternatif Studi Islam Jawa